Sejarah
SEJARAH KOTA SAMARINDA
Kota Samarinda merupakan ibu kota provinsi Kalimantan Timur, Indonesia serta salah satu kota terbesar di Kalimantan. Samarinda memiliki wilayah seluas 718 km² dengan kondisi geografi daerah berbukit dengan ketinggian bervariasi dari 10 sampai 200 meter dari permukaan laut. Kota Samarinda dibelah oleh Sungai Mahakam dan menjadi gerbang menuju pedalaman Kalimantan Timur melalui jalur sungai, darat maupun udara.
Samarinda yang dikenal sebagai kota seperti saat ini dulunya adalah salah satu wilayah Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura. Pada abad ke-13 Masehi (tahun 1201–1300), sebelum dikenalnya nama Samarinda, sudah ada perkampungan penduduk di enam lokasi yaitu Pulau Atas, Karang Asam, Karamumus (Karang Mumus), Luah Bakung (Loa Bakung), Sembuyutan (Sambutan) dan Mangkupelas (Mangkupalas). Penyebutan enam kampung di atas tercantum dalam manuskrip surat Salasilah Raja Kutai Kartanegara yang ditulis oleh Khatib Muhammad Tahir pada 30 Rabiul Awal 1265 H (24 Februari 1849 M).
Pada tahun 1565, terjadi migrasi suku Banjar dari Batang Banyu ke daratan Kalimantan bagian timur. Ketika itu rombongan Banjar dari Amuntai di bawah pimpinan Aria Manau dari Kerajaan Kuripan (Hindu) merintis berdirinya Kerajaan Sadurangas (Pasir Balengkong) di daerah Paser. Selanjutnya suku Banjar juga menyebar di wilayah Kerajaan Kutai Kartanegara, yang di dalamnya meliputi kawasan di daerah yang sekarang disebut Samarinda.
Sejarah bermukimnya suku Banjar di Kalimantan bagian timur pada masa otoritas Kerajaan Banjar juga dinyatakan oleh tim peneliti dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI (1976): “Bermukimnya suku Banjar di daerah ini untuk pertama kali ialah pada waktu kerajaan Kutai Kertanegara tunduk di bawah kekuasaan Kerajaan Banjar.” Inilah yang melatarbelakangi terbentuknya bahasa Banjar sebagai bahasa dominan mayoritas masyarakat Samarinda di kemudian hari, walaupun telah ada beragam suku yang datang, seperti Bugis dan Jawa.
Pada tahun 1730, rombongan Bugis Wajo yang dipimpin La Mohang Daeng Mangkona merantau ke Samarinda. Semula mereka diizinkan Raja Kutai bermukim di muara Karang Mumus, tetapi dengan pertimbangan subjektif bahwa kondisi alamnya kurang baik, mereka memilih lokasi di Samarinda Seberang. Dalam kaitan ini, lokasi di bagian Samarinda Kota sebelum kedatangan Bugis Wajo, sudah terbentuk permukiman penduduk dengan sebagian areal perladangan dan persawahan yang pada umumnya dipusatkan di sepanjang tepi Sungai Karang Mumus dan Karang Asam.
Mengenai asal mula nama Samarinda, tradisi lisan penduduk Samarinda menyebutkan, asal-usul nama Samarendah dilatarbelakangi oleh posisi sama rendahnya permukaan Sungai Mahakam dengan pesisir daratan kota yang membentenginya. Tempo dulu, setiap kali air sungai pasang, kawasan tepian kota selalu tenggelam. Selanjutnya, tepian Mahakam mengalami pengurukan/penimbunan berkali-kali hingga kini bertambah 2 meter dari ketinggian semula.
Oemar Dachlan mengungkapkan, asal kata “sama randah” dari bahasa Banjar karena permukaan tanah yang tetap rendah, tidak bergerak, bukan permukaan sungai yang airnya naik-turun. Ini disebabkan jika patokannya sungai, maka istilahnya adalah “sama tinggi”, bukan “sama rendah”. Sebutan “sama-randah” inilah yang mula-mula disematkan sebagai nama lokasi yang terletak di pinggir sungai Mahakam. Lama-kelamaan nama tersebut berkembang menjadi sebuah lafal yang melodius: “Samarinda”.
PEMERINTAHAN DESA DAN KELURAHAN
Desa
adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk
sebagai kesatuan masyarakat termasuk didalamanya kesatuan masyarakat
Hukum, organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah Camat dan berhak
menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Sedangkan Kelurahan adalah suatu Wilayah yang ditempati
sejumlah penduduk yang mempunyai Organisasi Pemerintahan terendah langsung
dibawah Camat yang tidak berhak menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri.
Dari pengertian diatas bahwa Desa dan Kelurahan
merupakan ujung tombak Pemerintahan suatu negara yang langsung berhadapan
dengan masyarakat. Maka dianggapa suatu Desa dan Kelurahan memiliki data-data
yang akurat, lengkap, terpercaya dan dapat dipertangung jawabkan.
Untuk
memudahkan dalam menyelenggarakan Pemerintahan dibuatlah Monografi suatu Desa
dan Kelurahan. Sedang Monografi Kelurahan adalah himpunan data yang
dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan Pemerintahan Kelurahan yang tersusun
secara sistimatis, lengkap, akurat, dan terpadu dalam menyelenggarakan
Pemerintahan, Pelaksanaan Pembangunan dan Pembinaan Masyarakat.
Nama Kelurahan : PASAR PAGI
Tahun Pembentukan : 1982
Dasar Hukum Pembentukan : -
Nomor Kode Wilayah (PUM) : 64.72.400.03.005
Nomor Kode Pos : 75111
Kecamatan : SAMARINDA KOTA
Kota : SAMARINDA
Provinsi : KALIMANTAN TIMUR
Wilayah Kelurahan Pasar Pagi Kecamatan Samarinda Kota merupakan daerah yang datar dengan luas wilayah 35,53 Ha. Bagian selatan merupakan aliran Sungai Mahakam Sedangkan bagian barat merupakan dataran yang berbatasan dengan Kecamatan Samarinda Ulu.
Penduduk
Kelurahan Pasar Pagi Kecamatan Samarinda Kota per Juni 2017 adalah
4.286 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 2.185 jiwa dan
penduduk perempuan sebanyak 2.101 jiwa.